Arsip

Archive for the ‘motivasi’ Category

Tetap Dalam Kemumetan

Kredo blog Satap9.com, “berprestasi dalam kemumetan” itu bukan main-main. Betapa saya ini mumet dengan berbagai kesibukan yang saya munculkan sendiri.

Tapi mumet itu juga indah. Ibarat kata, saya ini “wong legan golek momongan”. Jika tidak paham bahasa jawa, saya bantu menerjemahkan. Wong legan itu artinya Baca selengkapnya…

NDELOK MANTEN

Ndelok Manten

Lain dulu lain sekarang. Jaman semakin maju dan berkembang. Ilmu pengetahuan dan teknologi melaju cepat seakan tanpa hambatan. Tahu-tahu kita sudah berada di jaman yang penuh dengan perubahan. Ya, kita tak dapat menampik adanya perubahan jaman. Apa ini pernah engkau rasakan?

ingat massa kecil dulu, saat sebutir telur dibagi menjadi tujuh. Itu nyata dan tak mengada-ada. Kita punya ayam tapi hampir tak pernah makan daging dan telor ayam. Sebab beberapa ekor ayam cukup untuk membayar biaya pendidikan. Maka pesta pernikahan tetangga adalah salah satu kesempatan. Baca selengkapnya…

KEPEDULIAN ITU

16 November 2015 2 komentar

Makhluk seperti apakah yang bernama kepedulian itu? Sejenis Raksasa semacam Dasamuka atau mungkin semacam dewa seperti Dewa Wisnu? Terus terang saya masih penasaran, sebab hingga kini belum pernah mampu menemu dan bertatap muka dengan sewujud kepedulian itu. Atau malah jangan-jangan dia makhluk tak berwujud selayaknya angin? Entahla.  Yang jelas, siapa pun dirinya, makhluk bernama kepedulian itu banyak yang mengidolakannya. Banyak manusia yang sangat suka menyebut-nyebutnya. Dan seringkali saya tak peduli itu. Mungkin saya manusia yang tak punya kepedulian, bisa jadi. Tapi apa pedulimu? Nah. Baca selengkapnya…

TENTANG KITA

Tentang Kita

IMG03649-20150405-0846Bahkan yang sudah setingkat profesor pun ada banyak yang menilai sistem pendidikan kita salah. Anak-anak dididik untuk menjadi tidak kreatif. Anak-anak diformat menjadi mesin-mesin penghapal rumus dan peristiwa. Para siswa disiapkan sekadar menjadi calon-calon tenaga pekerja siap didik malah, belum siap pakai.

Saya tak akan menyitir satu pun ungkapan seperti termaksud, sebab tanpa saya tulis ulang kita sudah bisa dengan mudah menemuinya. Kalimat-kalimat berisi ungkapan pesimisme para pakar itu telah banyak berkeliaran di berbagai sudut media; Online, cetak maupun elektronik. Baca selengkapnya…

PEMIMPIN ADALAH REFERENSI; HATIHATI!

11002647_1048981725118454_7673777545008265626_n“Berhati-hatilah saat kalian dijadikan referensi!” Entah dari siapa dan kepada siapa pesan itu disampaikan, saya sudah lupa. Tetapi benar bahwa saya pernah mendengarnya. Dan ternyata, pesan itu terbukti benar adanya. Harus berhati-hati saat jadi referensi.

Referensi itu semacam bahan rujukan, serba ditiru dan diikuti. Entah itu gaya berpakaian, kosa kata yang sering dilontarkan, cara berjalan atau bahkan model tertawanya. smile emotikon
Terus siapa yang meniru? Jamak, sangat jamak. Bisa pengikutnya, pengagumnya, bahkan orang yang tak mengenalnya pun bisa jadi mereferensikannya; menjadikan referensi maksudnya. hehe. Secara manusia lemah memang demikian. Meniru tokoh pujaannya, sebab tak punya pilihan. Tak peduli itu profesor, doktor, spesialist, herbalis atau siapapun. Kalau sudah kadung mengagumi, dia bakal mengekor si idola tadi.

Masih ingat “daripada”nya Pak Harto atau “sah-sah saja”nya Gus Dur? Saya yakin daripada kita masih ingat daripada kata daripada yang sering dikunyah daripada banyak orang saat daripada Pak harto masih jadi presiden. Dan itu sah-sah saja, sebagaimana orang berkata sah-sah saja menirukan daripada apa yang sering diucapkan Gus Dur.

Beberapa bulan yang lalu saya berkenalan dengan seorang pengsiunan saat mengantar sangkar ke statsiun KA. Dan lalu beliau beberapa kali main ke rumah, sebab juga ingin memelihara dan berkebun ayam. Beliau kenalan saya itu juga mantan petinju. Banyak bicaranya, hingga saya harus banyak memberi kroto untuk burung piaraan serta ayam hutan di kandang. Biar gak kalah gacor maksud saya. hehe..

Sayang sekali Beliau kenalan saya itu, saat bercerita masa mudanya bolak-balik melontarkan kata (maaf) “Bajingan” dan berbagai kawan sejawatnya sehingga didengar anak saya. Tersebab itu anak saya heran dan bercerita kepada kakaknya, “Mas, wau simbahe to le matur, amit-amit, bajingan.” Saya hanya tersenyum, tak menyalahkan pendengaran anak saya. Maka setiap Beliau bertamu, anak saya tak lagi saya perbolehkan mendengar pembicaraan. Bahaya, kata saya.

“Berhati-hatilah saat menjadi referensi,” demikian pesan itu. Tak butuh waktu lama untuk sekedar meniru, bahkan burung beo pun bisa meniru. Jika seorang pemimpin yang dijadikan referensi sudah berpendapat bahwa kebiasaan berkata-kata kasar seperti “Bajingan” dan “Bangsat” adalah lebih baik asal (semoga saja) tidak malingan ketimbang mereka yang santun tetapi (menurut kabar) malingan, maka jangan salahkan jika nanti orang akan berkata “Lebih baik tidak beragama tetapi jujur, penyayang dan berprestasi, ketimbang beragama tetapi bodoh dan senang menipu.” ITU!

Baca selengkapnya…

MEMANG HARUS TERJADI

26 Juni 2014 1 komentar

Lelaki itu berfikir; Kenyataan memang pahit. Kejujuran menyatakan apa adanya, alangkah berat rasanya. Tapi mungkinkah masalah ini akan diperam terus hingga nanti anak-anaknya satu demi satu menambah bebannya?

Lelaki itu menolah dari jendela dan memandang istrinya yang sedang duduk di pojok. Ada keraguan untuk mengungkapkan kenyataan yang dirasanya harus dikatakan kepada istrinya, tapi keberanian untuk itu terasa tidak begitu kuat. Maka dia memandang keluar jendela lagi.

Tapi gerak tingkah seperti itu, sudah diketahui istrinya sejak lelaki itu berdiri di sana dan kelihatan gelisah, maka maimunah melepaskan kain rendanya. Baca selengkapnya…

GOLPUT

1920548_757830834229556_1684030062_nBicara tentang Golput (Golongan Putih) dalam PEMILU, ternyata umur Golput ini jauh lebih tua ketimbang umur saya. Menurut sebuah sumber yang saya baca, angka golput cenderung terus naik sejak pemilu 1955. Golput pada pemilu 1955 sebesar 12,34% dengan asumsi data yang diambil dari pemilih yang tidak datang dan suara tidak sah. Pada pemilu 1971, Golput justru mengalami penurunan hanya 6,67%. Padahal di tahun itu justru golput dicetuskan dan dikampanyekan.

Di tahun-tahun berikutnya, didapat data sebagai berikut; Pemilu 1977 golput sebesar 8,40%, 9,61% (1982), 8,39% (1987), 9,05% (1992), 10,07% (1997), 10.40% (1999), 23,34% (Pemilu Legislatif 2004), 23,47% (Pilpres 2004 putaran I), 24,95% (Pilpres 2004 putaran II). Pada Pilpres putaran II setara dengan 37.985.424 pemilih. Ada pun pada Pemilu Legislatif 2009 jumlah golput 30% bila dikalikan dengan Daftar Pemilih Tetap (DPT) sesuai dengan Perpu No. I/2009 sebesar 171.265.442 jiwa. Jadi, jumlah golput setara dengan 51.379.633 pemilih. Baca selengkapnya…